Selasa, 04 Maret 2014

Ku biarkan senyuman itu bahagia


Aku tau ini bukan yang pertama bagiku untuk kehilangan perasaan aneh, cinta.
Sebenarnya apa itu cinta? Aku belum mengerti definisi cinta yang sesungguhnya, ada yang mengatakan bahagia, ada yang mengatakan duka. Aku tak mengerti karna memang aku belum menemukannya
Aku butuh seseorang yang mengerti sifatku,tak hanya yang bisa membuatku jatuh cinta tapi juga yang bisa membuatku bertahan tuk mencintainya meski keadaan terpuruk sekalipun
Aku menemukan orang yang sangat sulit aku lupakan namun dia membiarkanku, aku menemukan orang yang kelihatannya benar-benar mencintaiku tapi ku tak bisa. Jadi apa sebenarnya itu cinta?
Tulisan ini kubuat ketika ku terbayang wajah lugumu, kau inspiratorku kali ini, kau yang membuatku ingin sekali melampiaskan perasaanku melalui kata-kata singkat ini.
Singkat cerita kau bagai mencintaiku sepenuh hatimu, bahagia memang. Namun kau masih gagal, kenapa? Karna kau tak dapat menahan hatiku tuk selalu mencintaimu
Aku tak tau dimana kurangmu, dimana salahmu, sehingga perasaan ini berhanjak pergi. Padahal ku yakin kau benar-benar mencintaiku. Ini kedua kalinya aku sia-siakan orang yang ‘terlihat’ benar-benar mencintaiku. Tapi apa mungkin aku harus terus mempertahankan perasaannya yang mencintaiku dengan cara berpura-pura perhatian? Jelas-jelas peduli pada orang yang tak kupedulikan lagi, dengan orang yang aku tak yakin dia siapa, adalah hal tersulit bagiku. Lalu haruskah aku menyakitimu terlalu lama? Bukankah caraku melepasmu ini benar?  Sebenarnya jika ku boleh jujur perasaan ini belum hilang sepenuhnya. Tapi aku tak tau hal seperti apa yang membuatku rela untuk membiarkanmu pergi dari kandangmu ini.  Mungkin aku tak mau membuatmu benar-benar mencintaiku hingga kau lupa dengan caranya melupakan..melupakan orang yang menyakitimu…
Aku tak ingin membuatmu terlalu banyak berkorban untukku, melakukan hal yang tak seharusnya kau lakukan, melakukan hal yang berlebihan walaupun ku melarang. Apa aku salah mengatakan kau sulit melupakanku? Apa ini naïf? Apa kau kira kau begitu saja menghilang dari benakku? Jangan pernah mengira melupakan orang yang pernah datang itu gampang. Jangan kau kira aku tak butuh proses untuk tak mengingat keberadaanmu yang pernah benar-benar menyentuh relung bathinku, yang pernah dan sempat memberikan perhatian utuhmu untukku, yang ternyata dulu seluruh perhatianku juga milikmu, kau yang memperlihatkan padaku betapa kau mencitaku, kau kira itu mudah? Apa kau kira aku mudah untuk melupakanmu?
Aku hanya berfikir hal seperti apa yang membuat kuli bangunan melepaskan paku dari suatu tumpukan kayu yang ia tau jika ia melakukannya tumpukan itu akan roboh. Hal seperti apa yang membuatku rela melepasmu padahal setelah itu aku merasa ada yang berbeda? Kurasa melepaskan adalah cara kita bisa mencintai dengan sempurna, karna pacar bukan segalanya, tak harus memiliki pacar kita bari bisa mencitai dan dicintai, aku benarkan? Mungkin kita harus sama-sama berimajinasi bahwa melepaskan adalah cara terbaik dan kita berfikir bahwa kita ‘kan lebih bahagia jika bisa merelakan satu sama lain meski kenyataannya sulit.
Aku sebenarnya tak pernah menginginkan perpisahan, perpisahan termanis sekalipun. Aku benci perpisahan, namun bisakah aku menghindar? Perpisahan adalah sebuah realita yang harus kita hadapi. Pertemuan dan perpisahan bak pasangan yang selalu menyatu, dimana ada pertemuan tanpa kita sadari perpisahan telah menunggu diujung sana. Itulah mungkin sebabnya air mata ini meluap keluar, novel yang berjudul goodbye happiness memancing tangisku yang terpendam. Aku egois dalam hal ini, aku berfikir bahwa aku saja yang memutuskan untuk meninggalkanmu menangis sejadi-jadinya bagaimana denganmu yang jelas-jelas menolakku untuk menjauh? Apa kamu bisa menerima keputusan satu pihakku? Mungkin kamu berpura-pura rela karena selama menjalin hubungan aku belum pernah dibantah oleh sosokmu yang masih terngiang dibenakku, kamu selalu mengikuti inginku. Lalu kenapa air mata ini begitu murah dan tak tau malu meski mata-mata lain memandang?
Kamu saja bisa terlihat bahagia dan baik-baik saja didepanku, kenapa aku tidak? Haruskah kujelaskan padamu didada ini terasa sesak tentangmu, dipelupuk mata ini membendung air mata untukmu, dan pipi ini basah karnamu? Kurasa ini tak mungkin. Ini kenyataan yang harus kuterima dan kuharap semuanya baik-baik saja meskipun senyuman yang telah pergi tak kan kembalikan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar